5 Metode Baca Al quran dari Indonesia yang Mendunia
1.
Metode Qiroati, Semarang
Metode ini adalah yang paling awal. Mulai
disusun pada tahun 1963 dan buku panduannya saat itu berjumlah 10 jilid.
Penyusunnya adalah K.H. Dachlan Salim Zarkasyi (1928-2000).
Lahirnya metode ini tak lepas dari
keprihatinan beliau ketika melihat pengajaran Alquran yang masih jauh dari
kaidah tajwid dan gurunya pun terkesan asal-asalan.
Awalnya, metode ini masih dipakai untuk
mengajar anak didik beliau saja. Namun setelah melihat keberhasilan metodenya,
seorang ulama Semarang H. Ja’far, mengajak beliau sowan kepada K.H. Arwani
Kudus untuk menunjukkan buku Qiroatinya.
Setelah diteliti dan dikoreksi, akhirnya
metode itu mendapat restu Kiai Arwani. Setelah mendapat restu K.H. Arwani, buku
Qiroati mulai dikenalkan kepada masyarakat Semarang dan sekitarnya.
Kini Qiroati terdiri dari enam jilid buku
panduan yang harus dipelajari oleh santri, ditambah dengan buku panduan
mempelajari tajwid dan gharib (bacaan yang sulit dan langka).
Seusai menyelesaikan pembelajaran melalui
tingkatan-tingkatan tersebut, santri sudah bisa membaca Alquran dengan mahir
dan secara tartil.
Metode Qiroati dikenal dengan ciri
khasnya menetapkan standar yang ketat untuk guru dan kelulusan santri. Hanya
guru yang memiliki syahadah atau sertifikat saja yang bisa mengajar baca
Alquran dengan metode ini. Santri dinyatakan lulus setelah menjalani ujian yang
ketat.
Sejak tahun 2000, metode Qiroati telah
menyebar di beberapa negara seperti Australia, Malaysia, Brunei Darusalam dan
Singapura.
2.
Metode Iqra’, Yogyakarta
Metode Iqra’ termasuk paling dikenal dan menyebar luas di
masyarakat. Penyusunnya adalah K.H. As’ad Humam (1933-1996).
Niatnya untuk menyusun metode membaca
Alquran itu muncul semenjak ia bertemu dengan K.H. Dachlan Salim Zarkasyi yang
lebih dulu mencetuskan Metode Qiroati. Sebagian sumber, seperti
Republika.co.id, menyebutkan bahwa beliau juga belajar kepada K.H. Dachlan
tersebut.
Metode Iqra’ mulai dikenalkan sekitar
tahun 1988. Metode ini merupakan pengembangan dari Metode Qiroati. Awalnya,
K.H. As’ad Humam menggunakan Qiroati dan melakukan berbagai eksperimen dalam
pengajaran lalu dicatatnya.
Catatan itu lalu diajukan kepada K.H.
Dachlan sebagai usulan perubahan metodenya. Namun beliau tak setuju karena
beranggapan bahwa Metode Qiroati adalah inayah (pertolongan) dari Allah dan tak
perlu diubah-ubah lagi.
Karena itulah, K.H. As’ad mengembangkan
Metode Iqra’ bersama sahabat-sahabatnya di Team Tadarrus Angkatan Muda Masjid
dan Mushalla (AMM) Yogyakarta. Metode ini akhirnya berkembang luas di
masyarakat.
Berbeda dengan Qiroati, buku panduan
Iqra’ lebih mudah didapat karena bebas dipasarkan. Buku panduan Qiroati hanya
bisa didapat dari lembaga yang menggunakan metode tersebut dan melalui jalur
khusus kordinator masing-masing daerah.
3.
Metode an-Nahdliyah, Tulungagung
Metode ini diusun oleh K.H. Munawir
Kholid bersama rekan-rekannya. Berawal dari keinginan menyusun metode cepat
belajar membaca Alquran yang lebih khas nuansa NU-nya, beliau mulai membentuk
tim perumus.
Tim itu terdiri dari Kiai Munawir Kholid, Kiai Manaf, Kiai Mu’in
Arif, Kiai Hamim, Kiai Masruhan, dan Kiai Syamsu Dluha. Pembentukan tim itu
juga tak lepas dari petunjuk yang ia dapatkan setelah beristikharah.
An-Nahdliyah sempat berubah nama sebanyak
tiga kali. Pertama bernama Metode Cepat Baca Al–Qur’an Ma’arif (format disusun PCNU Tulungagung pada tahun
1985).
Kedua, Metode Cepat Baca Al–Qur’an
Ma’arif Qiroati (dengan meminta izin penyusun Qiroati untuk dicetak dengan nama
tersebut). Dan ketiga, Metode Cepat Baca Al–Qur’an Ma’arif An-Nahdliyah (mulai
dicetak pada tahun 1991). Metode an-Nahdliyah juga tediri dari 6 jilid.
Ciri khas pengajaran metode ini adalah
penggunaan tongkat untuk menjaga irama bacaan agar sesuai panjang pendek bacaannya.
Tongkat hanya bisa didapat melalui jalur LP. Ma’arif sebagaimana bukunya.
Keistimewaannya, tongkat tersebut telah
didoakan oleh para kiai dan dinamakan Tongkat Penyentuh Jiwa. Para ustaz
pengajar juga diijazahi wirid khusus agar diberi kemudahan dalam mendidik
santri. Sungguh khas NU, ya.
4. Metode Yanbu’a, Kudus
Metode ini merupakan rumusan para kiai
Alquran yang merupakan tokoh pengasuh Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an putra K.H.
Arwani Amin Al-Kudsy (Alm) yang bernama: K.H. Agus M. Ulin Nuha Arwani, K.H.
Ulil Albab Arwani dan K.H. M. Manshur Maskan (Alm).
Terlibat pula tokoh lain di antaranya:
K.H. Sya’roni Ahmadi (Kudus), K.H. Amin Sholeh (Jepara), Ma’mun Muzayyin (Kajen
Pati), K.H. Sirojuddin (Kudus), dan K.H. Busyro (Kudus), alumni Pondok Tahfidh Yanbu’ul
Qur’an yang tergabung dalam majelis “Nuzulis Sakinah” Kudus.
Mulai terbit awal 2004 dan terdiri dari 6
jilid materi utama disusul buku pegangan pengajar dan buku materi hafalan,
metode ini menekankan penggunaan Mushaf Rasm Usmani ala Timur Tengah yang
banyak dipakai di negara-negara Islam.
Keistimewaan metode ini terletak pada
sanadnya yang bersambung kepada para ahli Alquran dan huffazh yang berguru pada
Kiai Arwani Kudus dan karenanya memiliki sanad keilmuan hingga Nabi Muhammad
Saw.
Awalnya, pembuatan metode ini diawali
dorongan para alumni agar memiliki ikatan kedekatan pada Pesantren Tahfidz
Yanbu’ul Qur’an.
5.
Metode Tartili, Jember
Metode ini dicetuskan oleh Ustaz Syamsul
Arifin Al-hafidz, pengasuh Pondok Pesantren Darul Hidayah, Kesilir, Wuluhan,
Jember, Jawa Timur. Beliau awalnya adalah Koordinator Qiroati se-Jawa dan Bali.
Penyusunan metode ini berawal dari
sulitnya mendapat buku pedoman Qiroati yang harus ke Semarang. Beliau juga
berpendapat bahwa metode Qiroati dan lainnya yang lebih dulu ada sudah terasa
membosankan dan memakan waktu lama.
Dibanding metode lainnya, Tartili
terbilang paling cepat karena hanya terdiri dari 4 jilid buku panduan. Sejak
diperkenalkan pertengahan tahun 2000, metode ini mulai menyebar ke berbagai
daerah Indonesia.
Metode ini juga mendapatkan pengakuan
dari pihak LP Ma’arif NU Wilayah Jawa Timur. Perlu dicatat bahwa Metode Tartili
berbeda dengan metode Tartili al-Irsyad yang dikenalkan baru-baru ini oleh LPP
Al-Irsyad Al-Islamiyah Purwokerto.
Komentar
Posting Komentar